Senin, September 17, 2012

Being Doctor.....................

Mengapa anda ingin menjadi dokter?

Well saat pertanyaan ini ditanyakan saat ditanyakan pada anak SMA sekarang ssat mereka memilih mencaba masuk mendaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran yang terpikir hmmmmmmmmmm serbaaaa wah, maybe karena dapat menolong orang lain (emang ga jadi dokter ga bisa menolong orang lain), atau karena prestise yang tinggi. Saat di tanya "Kuliah dimana dek?" maka dengan lantang dijawabnya "di efka". Maka yang terpikir di penanya cuman dua, klu bukan kaya sekali atau pintar sekali. Hal yang berbeda saat jaman saya kuliah dulu.

Di zaman sebelum ada jalur khusus dulu, saat biaya kuliah belum semahal sekarang, saat belum mahasiswa asing (baca malaysia) belum sebanyak sekarang, kesempatan untuk kuliah di FK Univ Negeri masih terbuka luas dengan biaya yang ga segitu mahalnya. Salah seorang kerabat ayah saya sempat terkaget saat menanyakan berapa biaya yang saya habiskan saat masuk FK, yang ga menembus nominal dengan 6 nol. Bukannya kuliah di kedokteran mahal? (Dulu mah ga, apa lagi di negeri).

Sekarang lupakan masalah proses saat bagaimana kami digembeleng menjadi dokter, tapi apa yang kami hadapi setelah menjadi dokter.
1. Lulus dokter tidak berarti menjadi bakal meraup banyak duit, pengalaman saya ngamen di jakarta dari klinik ke klinik dengan rata2 uang duduk seratus ribuan, sisanya tergantung rame tidaknya
2. Saat teman2 seangkatanmu di SMA sudah meninggalkan bangku kuliah dan merintis karir and start to making money  kamu masih marus bergelut dengan segala tetek bengek pendidikan klinik di rumah sakit.  Masih mengandalakan subsidi dari orang tua.
3. Lapangan kerja cuman itu2 saja, klu ga dirumah sakit, puskesmas, klinik, atau sebangsanya lah. Ga pernah ada dokter kerja di bank, klu pun kesempatan itu ada apa ada yang mau. Kmu bisa sja sih kerja di perusahan tambang, tapi FYI karir kmu cuman segitu-gitu aj, ga bakal naik kemana-mana.
4. Buat lanjut spesilis mahalnya minta ampun, lamanya minta ampun, capeknya minta ampun. Klu mau ambil S2 lain sama aj kaya profesi kesehatan lain yang non dokter,
5. Resiko kerjanya besar. Belum tertular pasien. Belum resiko akibat malpraktek yang bisa bikin bankrut tujuh turunan. Resiko kena bogem keluarga pasien karena pasiennya mati ditangan kita. Bukan sekali dua kali saya mendengar beberapa teman sejawat yang diancam karena gagal menolong keluarganya.

Bukan hendak menjelek2kan prefesi saya sendiri, tapi jika saya diberi kesempatan untuk mengulang kembali masa sebelum saya kuliah, kemungkinan saya akan mengambil jalur lain selain kedokteran. Ada kok beberapa sekolah yang manawarkan masa kuliah pendek dengan jaminan kerja setelah kuliah (sekolah kedinasan misalnya).

Tidak ada komentar: